Wajah Ketidaksetaraan Gender dalam Pre-menstrual Syndrome (PMS)

sad girlPre-Menstrual Syndrome atau lebih dikenal dengan nama PMS adalah sekumpulan gejala berupa gangguan fisik & mental, dialami 7-10 hari menjelang menstruasi dan menghilang beberapa hari setelah menstruasi. Keluhan yang dialami bisa bervariasi dari bulan ke bulan, bisa menjadi lebih ringan ataupun lebih berat dan berupa gangguan mental (mudah tersinggung, sensitif) maupun gangguan fisik.

Diperkirakan kurang lebih 85% wanita usia produktif antara usia 25-35 tahun mengalami satu atau lebih gejala dari PMS. Hanya 2-10% menunjukkan gejala PMS berat (Premenstrual Dysphoric Disoder/PMDD) (http://www.medikaholistik.com). Debat mengenai ada tidaknya PMS sudah lama terjadi dan ada beberapa kalangan feminis yang menyatakan bahwa sindrom ini tidak ada karena PMS memang tidak terjadi pada semua perempuan dan ada ketakutan bahwa bila mereka mengakuinya akan menguatkan stereotipe bahwa perempuan itu lemah, tidak rasional, dan tidak produktif.

Beberapa gejala klinis yang dialami secara fisik yaitu

– Kelemahan umum (lekas letih, pegal, linu)
– Acne (jerawat)
– Nyeri pada kepala, punggung, perut bagian bawah
– Nyeri pada payudara
– Gangguan saluran cerna misalnya rasa penuh/kembung, konstipasi, diare
– Perubahan nafsu makan, sering merasa lapar (food cravings)

Secara psikis bentuknya berupa
– Mood menjadi labil (mood swings), iritabilitas (mudah tersinggung), depresi, ansietas
– Gangguan konsentrasi
– Insomnia (sulit tidur)

dr. Sheila Agustini menyatakan bahwa gejala PMS yang disebutkan di atas bervariasi dan sangat tergantung pada kondisi kesehatan setiap perempuan. Hasil penelitian selama satu dasawarsa  terhadap 3.000 perempuan yang dipublikasikan di NYTimes membuktikan bahwa asupan zat besi yang lebih banyak dapat mengurangi PMS. Padahal menurut data tahun 2006, prevalensi anemia di Indonesia adalah sebesar 57,1 persen diderita oleh remaja putri, 27,9 persen iderita oleh Wanita Usia Subur (WUS) dan 40,1 persen diderita oleh ibu hamil (Herman, 2006).

Jika menghubungkan kedua data tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa PMS merupakan akibat langsung dari ketidaksetaraan relasi gender yang merugikan kesehatan perempuan.  Sedikitnya asupan zat besi pada anak dan remaja perempuan berpengaruh lebih lanjut pada kesehatan mereka seterusnya di masa dewasa dan masa reproduktif. Namun analisis peka gender masih belum banyak muncul dalam artikel dan perbincangan seputar PMS sehingga  tulisan seputar PMS cenderung belum menggugah masyarakat, terutama kaum perempuan, untuk mendukung perbaikan kualitas kesehatan mereka.

Oleh : Niken Lestari

Referensi

1] http://www.medikaholistik.com/medika.html?xmodule=document_detail&xid=178&ts=1378180994&qs=health

2]  http://well.blogs.nytimes.com/2013/03/04/pms-symptoms-linked-to-diet/?_r=0

3] http://www.wnpg.org/frm_index.php?pg=informasi/info_makalah.php&act=edit&id=63

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *