Pertemuan pertama komunitas kajian gender Malang.
Tempat: Gama Resto, Jl. Kaliurang Malang
Tanggal: 24-03-2012. Pukul 20:00-22:00
Agenda:
– pertemuan perdana Kojigema (Komunitas Kajian Gender Malang),
– perkenalan dari masing-masing komunitas/organisasi/universitas,
– berbagi harapan dan ekspektasi terhadap Kojigema,
– rencana pertemuan dan agenda lanjutan.
Catatan proses
– Fitri membuka forum dengan menyambut seluruh peserta yang hadir.
– Perkenalan setiap peserta dengan menyebutkan nama dan lembaga, dimulai dari Fitri dan lanjut ke sebelah kanannya.
– Niken memperkenalkan mengenai latar belakang Komunitas Kajian Gender Malang. Ide ini muncul karena Niken dan Fitri merasa kesulitan menemukan wadah atau komunitas untuk dapat berbagi, mengetahui dan ikut terlibat dalam kegiatan seputar isu perempuan dan gender di wilayah Malang Raya. Pertemuan awal ini sebenarnya ingin menjadi forum informal untuk berkumpul dan mengetahui ekspektasi masing-masing peserta. Secara pribadi, Niken membayangkan Kojigema sebagai forum pengembangan kapasitas dan ikut mengangkat isu-isu gender yang ada di Malang. Pertemuan awal ini ingin mengajak mereka yang hadir untuk dapat terlibat dalam merumuskan visi, misi dan bentuk kegiatan ke depan.
– Ekspektasi dari beberapa peserta:
Wiwik : sebelumnya pernah mempunyai keinginan yang sama untuk membentuk forum seperti ini tapi belum terwujud. Saya ingin memperkuat wacana dan menyeimbangkan antara teoritis dengan kerja di lapangan. Selama ini masih minim wacana yang dimiliki kawan-kawan di lapangan. Harapannya ke depan dengan lebih banyak orang yang terlibat dari latar belakang yang berbeda maka dapat memberikan perspektif yang lebih beragam.
Joko: ingin menunjukkan kalau komunitas IGAMA/kaum homoseksual itu ada dan berharap IGAMA bisa memberikan kontribusi kepada Kojigema.
Niken: JASS terdiri dari kumpulan individu-individu dan aktivis yang berkecimpung di isu perempuan dan gender. Mereka berasal dari berbagai latar belakang dan pengalaman, ada yang bekerja di lembaga-lembaga donor, ilmuwan, sejarawan dan aktivis gerakan. Fokus utama JASS adalah membangun kapasitas aktifis kepemimpinan perempuan muda. Hal itu karena mereka memiliki keprihatinan bersama terhadap gerakan perempuan yang semakin terkotak-kotak, kesenjangan kesempatan bagi aktivis perempuan muda, kuatnya senioritas dalam kepemimpinan, dan semakin kuatnya perlawanan dari kelompok fundamentalis. Isu yang mengikat orang-orang ini adalah kesadaran untuk melakukan pengorganisasian aktifis perempuan muda yang bergerak di tingkat akar rumput, karena selama ini ada ketidakseimbangan antara aktivisme di level advokasi kebijakan dengan aktivisme di level pendampingan komunitas. Saya mengkoordinir kegiatan JASS di Asia Tenggara melalui kegiatan lokakarya bertema Movement Building Initiative (MBI) yang sudah berjalan di 5 negara yaitu Timor Leste, Indonesia, Malaysia, Kamboja, dan Filipina. Koordinator JASS SEA adalah Nani Zulminarni yang juga Koordinator Seknas Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), sementara koordinator JASS Indonesia adalah Maria Mustika (Surabaya).
Nura (Paramitra): Saya mengapreasiasi pembentukan organisasi ini. Sebaiknya fokus di kajiannya saja. Paling penting untuk dilakukan saat ini adalah membuat pertemuan rutin dan melihat konsistensi dari orang-orang yang terlibat. Kita dapat memulai dengan membuat silabus diskusi kemudian membangun jaringan misalnya dengan NGO yang ada di Malang seperti IGAMA, PARAMITRA, PSW UB, dll sebagai modal untuk membangun gerakan. Jika bentuknya kajian maka sebaiknya tentukan tema dari awal sesuai dengan kebutuhan dan latar belakang anggota komunitas kajian gender ini.
Joko (IGAMA): pelecehan seksual seringkali ditujukan ke komunitas gay melalui media, omongan orang, dll. Kalau kami di jalan sering diejek oleh masyarakat.
Niken Lestari: saya ingin mendapat masukan mengenai langkah ke depan Kojigema dan ekspetasi dari kehadiran Kojigema di Malang karena saya tidak mengetahui peta gerakan dan jaringan yang sudah terbentuk antar NGO di Malang dan untuk mengetahui antusiasme dan penerimaan komunitas-komunitas yang sudah ada. Bentuk dan struktur organisasi akan diperdalam pada pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Paloma: saya mengapresiasi Kojigema dan berharap pertemuan ini bisa berlanjut dan ikut memperhatikan kawan-kawan komunitas IGAMA secara konsisten.
– Komunitas HIV/AIDS di Malang sudah memiliki jaringan dengan 4 anggota yaitu IGAMA, Wamarapa, IWAMA, dan Paramitra.
– Wiwik: Kita dapat mengkaji aktivitas yang dilakukan oleh IGAMA seputar seksualitas. Selama ini jaringan PARAMITRA dan IWAMA (waria) juga sudah berjalan dengan baik.
– Kegiatan kita bisa melahirkan aktivis-aktivis yang bergerak di bidang gender dan menggalang kekuatan dari komunitas.
– Nouval (UNISMA): Awal berdiri sebuah organisasi berawal dari satu persepsi dan tujuan yang sama agar geraknya fokus karena kita sekarang berasal dari latar belakang yang berbeda.
– Ingin ada penyamaan persepsi dan visi misi dari tiap peserta terutama di isu kesetaraan dan keadilan gender, yang nantinya diharapkan dapat memberi gambaran tentang kegiatan yang akan dilakukan, fokus kegiatan ke depan, dan mempertegas komitmen masing-masing.
– Sebelum ke pertemuan selanjutnya, sebaiknya kita mengangkat isu dari komunitas masing-masing berkaitan tentang isu gender. Contohnya di organisasi PMII jumlah anggotanya 60% laki-laki dan 40% perempuan, tapi lebih banyak laki-laki yang aktif di organisasi daripada perempuan. Harapan saya mengikuti Kojigema adalah agar permasalahan yang dialami oleh organisasi masing-masing peserta mendapatkan solusi.
– Di Paramitra, kami ingin membangun posisi tawar PSK yang masih rendah dan lebih berorientasi ke ekonomi. PSK menuhankan laki-laki sebagai konsumen yang dapat memberikan uang. Padahal posisi mereka harusnya setara karena pelanggan menginginkan seks dan PSK menginginkan uang. PSK masih sulit meminta pelanggan menggunakan kondom. Pendidikan PSK masih rendah dan rata-rata mereka adalah janda dan menjadi kepala keluarga. Harapan Paramitra adalah menyadarkan para PSK bahwa mereka mempunyai posisi tawar dalam bisnis prostitusi.
– Ada beberapa teman-teman gay yang menunjukkan seksualitas mereka secara berlebihan di depan umum dan hal itu justru menjadikan kaum gay bahan olok-olokan masyarakat. Adanya diskriminasi dari masyarakat membuat kaum gay menjadi tertutup bahkan ada yang menikah dengan lawan jenis untuk menutupi identitasnya sebagai gay.
– Kojigema nantinya akan lebih fokus pada kajian gender.
– Di komunitas IGAMA, tidak semua orang memiliki pemahaman tentang perspektif gender. Saya sendiri masih bingung untuk menjawab pertanyaan kawan-kawan yang masuk di facebook. Mereka masih bingung dengan identitas mereka tentang juga gender masih bingung karena selama ini isu-isu yg masih dan sering diangkat dan dikaji oleh IGAMA hanyalah tentang HIV AIDS. Diharapkan dengan adanya Kojigema, IGAMA dapat belajar tentang kajian gender terutama tentang identitas mereka di masyarakat.
– Niken: masih memetakan format kegiatan dan visi misi masih dalam proses. Harapannya tidak hanya saya dan Fitri tapi kita semua bisa berbagi proses bersama mengenai apa yang akan dan dapat kita lakukan.
– Ricky: Sebaiknya diskusi dibuat fokus, dijelaskan dulu agenda pembicaraan. Di IGAMA, kami biasanya berkumpul dulu lalu melihat ke masalah apa yang ada? Misal ada masalah HIV/AIDS, sosial budaya, dll.
Rangkuman:
Beberapa peserta sudah berbagi masalah yang dihadapi di lembaga masing-masing, misalnya posisi tawar PS yang rendah, identitas kelompok gay, keaktifan laki-laki yang lebih dominan dalam organisasi PMII dan perlu adanya pemberdayaan perempuan.
Pada pertemuan lanjutan perlu mengundang lebih banyak perwakilan dari komunitas lain seperti komunitas lesbian, waria, gender.
Pertemuan selanjutnya dilakukan tanggal 6 April pukul 18.00, tempat menyusul.
Agenda pertemuan:
– mendiskusikan visi misi dari Kojigema,
– merumuskan bentuk kegiatan yang akan dilakukan,
– mengidentifikasi kapasitas peserta yang hadir,
– menyusun timeline/jadwal waktu kegiatan selama 2-3 bulan ke depan.
