Diskusi Kojigema di Kedai Sinau

NOTULENSI PERTEMUAN KOMUNITAS KAJIAN GENDER MALANG (KOJIGEMA)
Kedai Sinau-Malang, 06 April 2012

Agenda
– Perkenalan masing-masing peserta diskusi
– Sharing tentang pembentukkan visi dan misi
– Sharing tentang topik diskusi untuk pertemuan-pertemuan (3 bulan) selanjutnya

Proses Acara
– Acara dibuka dengan perkenalan peserta yang hadir.
– Setelah acara perkenalan selesai, Niken mempersilahkan kepada peserta untuk menyampaikan saran, kritik maupun pendapat tentang agenda diskusi dan rencana pembuatan visi misi Kojigema.

Dialog/sharing pendapat

– Maria: Maria menyarankan agar tidak terburu-buru membentuk sebuah visi misi. Hal itu sesuai dengan pengalaman kelompok dari surabaya yang baru berdiri beberapa bulan dan membakukan kelompok tersebut untuk lebih dibakukan. Tapi, akibat yang kurang positif yaitu setelah dibentuk visi misi justru bubar. Padahal sebelum dibentuknya visi misi, organisasi tersebut berjalan dan bekerja bersama (aksi untuk menolak kekerasan) dengan baik. Tidak ada diskusi dan kegiatan yang gereget. Akibatnya adalah kehilangan jaringan. Yang dapat diambil adalah sebuah jaringan awal tidak harus dimulai dengan sebuah rambu-rambu yang baku dan ketat. Yang lebih penting adalah bisa membagi pengalaman antara peserta yang satu dengan peserta lain. Kojigema merupakan kelompok yang kaya karena terdiri dari berbagai bidang pengetahuan, seperti IT, Kajian Perempuan dan Gender, Komunikasi, Seksologi, Psikologi, Sosiologi dan fasilitator penanggulangan HIV-AIDS. Mencari matahari sebagai tujuan utama sebagai arahan untuk menentukan langkah-langkah bersama. Hal itu akan menghasilkan perjalanan alamiah. Di Surabaya belum ada kelompok yang seperti Kojigema.

– Mamad: Mamadjustru mempertanyakan apabila dalam sebuah kelompok tidak terdapat visi misi. Misalnya, bagaimana pertanggujawaban kerja setiap anggota dan bagaimana sistem bekerja kelompok tersebut? Apabila ada aktivitas yang tidak berjalan,s eharusnya anggota yang lain bisa merevisi. Jika terlalu lama berproses kegiatan, maka anggota kelompok akan kehabisan amunisi sebelum menembak kesasaran. Contohnya dari hasil pertemuan pertama 2 minggu yang lalu, teman-teman IGAMA cenderung berpendapat Kojigema seolah-olah masih kebingungan mencari arah/ visi misi belum ditetapkan. hal demikian dilihat dari antusisme peserta IGAMA yang menurun dibanding pertemuan pertama. Visi misi dirasa perlu oleh Rahmad karena setidaknya anggota yang datang sudah memiliki komitmen visi misi dan memperkuat anggota yang ada itu.

– Nura: Kojigema sudah jelas memiliki arah yaitu membahas tentang gender, baik dari teoritis maupun lapangan. Hal itu setidaknya sudah mampu menjadi sebuah rancangan. Bayangan matahari untuk Kojigema sudah terlihat, akan tetapi letak utamanya masih menata karena Kojigema terdiri dari banyak sumber. Sisi positifnya kita memiliki lebih banyak persepektif dalam memberikan penilaian terhadap sebuah fenomena dan wacana. Yang terpenting juga adalah intensitas don kontinuitas peserta untuk melihat komitmen peserta serta menjalin keakraban peserta melalui diskusi kajian. Visi misi dapat ditunda karena dapat dirumuskan sambil berjalannya diskusi ke depan. Forum ini sebenarnya berusaha mempertemukan dan membahas berbagai bekal yang dimiliki baik oleh mahasiswa dari sisi teori dan aktivis dari sisi praktisi /realitas yang kemudian dikaitakn dengan isu utama yaitu gender.

– Fitri: yang lebih ditekankan adalah aspek kedekatan dan keakraban emosionalitas peserta di kojigema yang perlu diperkuat. Untuk memunculkan kedekatan baik antara beberpa peserta dengan isu maupun dengan komunitas dapat dilakukan dengan benar-benar menguatkan substansi diskusi pada setiap pertemuan. Karena isu-isu yang sedang in, topik dan inti diskusi yang berkualitas dan “menjual” akan menimbulkan sebuah keterikatan yang dapat menimbulkan ketertarikan dan komitmen dari para peserta.

– Maria: Kekhawatiran yang disampaikan oleh Rahmad masuk akal karena sebuah komunitas yang ada hanya dengan agenda tanpa ada wadah yang megang akan bisa bercerai berai. Maria lebih mengusulkan untuk tidak menggunakan visi misi karena visi misi lebih bersifat mengikat, tapi lebih menggunakan rambu. Rambu dalam artian penanda atau nilai-nilai. Misalnya tentang batasan iya dan tidaknya seperti batasan etika. Kemudian, nilai tentang komitmen yang ditawarkan komunitas ini, apakah komitmen belajar atau menyikapi hal-hal baru di Malang. Rambu-rambu tersebut dapat memperjelas arah dan komitmen bagi Kojigema maupun peserta.

– Mamad: Isu yang utama dari Kojigema yang pertama terlintas adalah membahas tentang kajian gender yang khusus di Kota Malang. Tapi kenyataannya berbalik ketika melihat pertemuan yang kemarin karena terlihat masih mencari-cari format. Padahal memang Kojigema dirasa sudah cukup kuat dengan berbagai peserta yang berasal dari beberapa element. Sebelumnya, di Malang juga telah ada Jaringan se-Malang Raya Peduli Aids. Pesertanya adalah LSM yang concern dengan isu HIV-AIDS misalnya IGAMA, IWAMA, SADAR HATI, WAMARAPA, dan PARAMITRA. Acaranya banyak, misalnya pembahasan masalah HIV hingga capacity building, tapi karena tidak ada visi misi yang jelas, maka lama-lama jaringannya jadi mati suri dan nggak jelas. Setidaknya ada draft awal, minimal waktu pertemuan yang ditentukan sebagai agenda yang rutin. Itu untuk mempermudah anggota yang ingin bergabung.

– Maria: Semua jaringan itu ada usianya. Ketika ada manfaat dan ada yang bisa dibagikan atau dikerjakan akan mati dengan sendirinya. Misalnya misinya untuk menanggulangi pada masalah AIDS, ketika selesai maka semuanya akan selesai. Sehingga, yang terpenting adalah komitmen dalam komunitas ini. Kemudian misalnya ada kode etik bersama (pendapat tentang gay dan lesbian). Komitmen kode etik itu harus jelas, misalnya ketika ingin belajar dan belum mengerti tentang gay, lesbian dan waria maka ini wadahnya atau jika masih belum ingin belajar jadi bukan wadah yang pas.

– Nura: Ekspektasi temen-temen yang kemarin adalah ingin belajar. Misalnya membuat bentuk kegiatan nyata yang bisa dibuat.

– Anna: sebuah proses pembelajaran dapat dilakuakn dalam berbagai bentuk, misalnya mengadakan kegiatan rutin seperti di bidang komunikasi, IT dan sharing pengalaman. Menyikapi isu yang sedang berkembang pada proses pembelajaran yang bisa dilakukan.

– Ripi: Komitmen tidak hanya dilihat dari dataang atau tidaknya, tapi bisa dilihat melalui komunikasi yang terjalin melalui face book, milis atau bagaimana rasa ikatan untuk memberikan informasi kepada yang lain untuk konsisten. Dinamika dalam sebuah komunitas terletak pada waktu, kehadiran dan tempat.

– Justin Boby: Perdebatan yang disampaikan hanya berkutat pada visi-misi dan perdebatan belajar. Sebenarnya, jika dilihat semua anggota yang hadir malam ini pasti sudah pernah mengikuti komunitas dan mengetahui bahwa komunitas pasti memiliki arah dan tujuan yang sama. Komunitas harus memiliki visi dan misi, karena sewaktu-waktu bisa perlu. Mungkin untuk hari ini masih belum diperlukan, tapi suatu saat pasti akan perlu.

Acara selanjutnya yaitu menentukkan pembuatan jejaring sosial (group Facebook) yang dihandle oleh Mamad. Facebook digunakan sebagai informasi bagi teman-teman yang lain.

Pertemuan Kojigema selanjutnya dilaksanakan ditempat bergilir.

– Ekki: setidaknya temen-temen mahasiswa lain yang ingin bergabung dapat lebih menarik perhatian dan banyak orang-orang baru, misalnya kayak UKM.

– Mamad: Mungkin tempat yang bisa dipilih adalah tempat netral, misal kampus atau perpustakaan upaya tidak ada ekspetasi yang macem-macem, karena esensisnya adalah diskusi. Setelah disepakati pembentukkan visi dan misi tidak perlu diperdebatkan terlebih dahulu.

– Fitri: Lebih baik digilir untuk lokasinya yang sudah disepakati pada pertemuan sebelumnya.

– Niken: berarti yang mengusulkan akan bisa menjadi panitia penyelenggara diskusi pada malam itu. sekalian diputuskan untuk minggu depan.

– Maria: usul untuk setiap pesera seusaii diskusi do Kojigema dibiasakan untuk menuliskan beberapa hal di wall FB, misalnya apa yang paling berkesan selama mengikuti diskusi Kojigema, apa yang paling disukai saat mengikuti diskusi di Kojigema.

Pertemuan minggu depan disepakati di UKM TEGAS Universitas Brawijaya yang akan dihandle oleh Ekki.

Tema atau topik yang didiskusikan dibagi kedalam dua bentuk. Minggu pertama adalah pembahasan tentang konsep-konsep teori gender. Minggu kedua adalah pembahasan tentang isu-isu yang sedang marak.

Acara selanjutnya yaitu pengundian lokasi atas nama peserta, sekaligus dengan tema yang diusulkan.

– Pertemuan dilakukan setiap 2 minggu sekali yaitu hari Jumat minggu pertama dan minggu ketiga. Materi minggu pertama berupa capacity building atau belajar mengenai teori seputar kajian gender. Minggu ketiga berupa diskusi floating atau tentang isu-isu mutakhir yang muncul dan perlu disikapi.

– Mamad akan membuatkan group FB Kojigema yang sifatnya terbuka dan menerima anggota dari berbagai kelompok.

– Jadwal diskusi KOJIGEMA dan penanggung jawab yang disepakati
– 20 April, tema: gender secara umum. PJ: Ekky.
– 4 Mei, tema: RUU Kesetaraan Gender. PJ: Maria.
– 18 Mei, tema: Analisis kekuasaan. PJ: Niken.
– 1 Juni, tema: isu buruh (melihat kembali kasus Marsinah). PJ: Nura.
– 15 Juni, tema: pemutaran dan diskusi film “Science of Gender” dari analisis identitas seksual. PJ: Fitri.
– 29 Juni, tema: belum ada. PJ: Aziz.

Rangkuman
Pembuatan visi misi dapat dilaksanakan seiring berjalannya diskusi komunitas saat berlangsung dalam beberapa waktu mendatang.
Ada nilai atau batasan yang digunakan sebagai arahan dan tanggungjawab setiap anggota.
Penumbuhan minat, komitmen dan kontinuitas perlu untuk semakin diperkuat melalui subtansi diskusi yang berkualitas.
Pembutan Facebook sebagai media jejaring sosial.
Diskusi dibagi kedalam dua tema, minggu pertama: teori tentang kajian gender ; minggu kedua: isu-isu tentang gender di masyarakat.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *