Diskusi Bahasa Seksis
Food Court Mall Olympic Garden, 8 Juli 2012
Narasumber: Lintang (Dosen FIB Jurusan Sastra Inggris UB)
Notulensi: Fitri
“Bahasa Seksis”
Selama ini, bahasa hanya diketahui dan diyakini sebagai media komunikasi sehari-hari. Tetapi, tanpa disadari bahasa justru memiliki makna-makna tersembunyi di dalamnya. Dengan kata lain, bahasa yang dianggap netral justru berisi kepentingan yang berkaitan dengan relasi gender, kekuasaan dan diskriminasi. Hal tersebut dapat dilihat dari kata-kata dalam bahasa asing maupun bahasa Indonesia, pernyataan-pernyataan dalam media massa, hingga iklan-iklan dalam televisi.
Penggunaan kata seksis dapat dijumpai dalam bahasa Perancis yang membagi kata kerja dan kata benda menjadi feminin dan maskulin. Lalu, kata “perempuan” berasal dari kata empu bermakna ahli tapi menjadi paradoks ketika disandingkan dengan kata puan yang bermakna “yang dimiliki”. Kemudian, ada pula kata wanita yang berarti wani ditoto (berani ditata). Kata puan dan wanito merupakan kata yang mengasosiasikan bahwa perempuan sebagai objek yang dimiliki dan bisa ditata oleh lawan jenisnya (laki-laki). Kemudian, penyebutan kata ganti Tuhan dalam bahasa Inggris menggunakan His (kata ganti untuk laki-laki). Ada pula, kata benda dalam bahasa Arab yang dikategorikan sebagai perempuan, misalnya sandal dan telinga. Sandal dan telinga merupakan kata bergender perempuan karena sandal dan telinga dianggap tidak bisa berdiri sendiri, sehingga keberadaan keduanya harus dilengkapi dengan pasangan.
Contoh lain dari bahasa seksis yaitu kasus yang baru-baru ini terjadi di majalah Tempo. Kasus tersebut berjudul “pembunuh perempuan berBH putih sudah ditemukan”. Dari judul tersebut yang patut untuk dikrtitisi yaitu mengapa harus membawa unsur gender “perempuan berBH” yang di sandingkan dengan pembunuhan. Perempuan dalam posisi tersebut adalah korban. Kenapa bukan gender laki-laki sebagai pelaku yang dicantumkan dalam berita itu. Hal demikian memperlihatkan adanya ketimpangan kekuasaan yang terdapat di masayarakat. Dengan kata lain, perempuan berada pada posisi subordinat dan hanya dijadikan sebagai objek.
Sebenarnya, dalam karya sastra sejak zaman dahulu, bahasa seksis juga ditemukan, misalnya dalam buku yang membahas tentang Gayatri Mahapatih. Gayatri merupakan perempuan yang berpengaruh dalam perpolitikkan di kerajaan Majapahit. Dia memengaruhi Gajah Mada untuk membuat sebuah aturan bahwa setiap wilayah jajahan harus menggunakan bahasa melayu untuk penyeragaman. Kondisi tersebut memperlihatkan adanya politik bahasa yang berkaitan dengan wilayah penguasa dan wilayah yang dikuasai. Oleh karena itu, bahasa juga bisa menjadi simbol dari kekuasaan.
Unsur kekuasaan juga dapat ditemui dalam penggunaan bahasa Alay. Bahasa alay menjadi sebuah bahasa yang diterima kalangan masyarakat bahkan menjadi pop culture. Walaupun bahasa alay dianggap berlebihan dalam penggunaan struktur kalimat namun hal demikian justru menjadi daya tarik di dalam masyarakat (terutama remaja di Indonesia). Ketika masyarakat terlihat tertarik dengan kemunculan bahasa Alay, maka media semakin gencar melirik bahasa alay untuk digunakan sebagai komuditas ekonomi. Misalnya saja iklan provider, gaya bahasa artis dan lainnya. Hal tersebut terntunya mampu menimbulkan keuntungan bagi kapitalis di bidang perindustrian media.
Kapitalis di media televisi juga cukup sarat dengan diskriminasi dalam iklan yang selama ini ditayangan. Misalnya saja iklan Ekstra Joss, pemutih kulit hingga produk kopi susu. Iklan Ekstra Joss merepresentasikan bahwa laki-laki yang kuat adalah mereka yang mongkonsumsi produk Extra Joss. Sosok laki-laki keren dan kuat tersebut diwujudkan dengan pemilihan model dengan badan six pact dan tinggi besar. Sehingga, dari iklan tersebut, masyarakat selalu memiliki penilaian bahwa laki-laki yang sempurna dapat dilihat dari sisi fisik yang tinggi, berbadan tegap dan six pact.
Contoh berikutnya yaitu iklan pemutih wajah juga sangat mempengaruhi pemikiran para perempuan. Di setiap iklan selalu dimunculkan pernyataan bahwa perempuan cantik adalah perempuan dengan kulit putih merona. Sehingga, mereka yang berkulit gelap atau sawo matang menjadi tidak cantik. Padahal, jika dikaji lebih dalam, konstruksi tampan dan cantik yang dilihat dari tubuh tinggi, kulit putih hingga hidung mancung adalah konstruksi yang disebarkan oleh para penjajah ke Indonesia. karena bangsa penjajah merasa bahwa ciri fisik mereka ada sosok yang tampan dan cantik. Konstruksi yang ditanamkan demikian kemudian dimanfaatkan oleh para pebisnis untuk menjual produk-produknya agar dapat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat Indonesia.
Bahasa yang bertendensi diskriminatif juga ditemui dalam pernyataan gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo saat mengomentari kasus perkosaan di angkutan umum. Menurutnya, kasus pemerkosaan tersebut disebabkan perempuan menggunakan rok mini yang mengundang syahwat laki-laki. Statemen tersebut memperlihatkan bahwa oknum yang paling pantas disalahkan dalam kasus pemerkosaan adalah perempuan. Lagi-lagi dalam pernyataan demikian memosisikan perempuan sebagai sosok subordinat yang salah dan setimpal mendapat perlakuan tidak senonoh dari laki-laki.
Sesi tanya jawab
Tanya: Kasus yang terjadi di majalah Tempo serupa dengan pembunuhan Rian “jagal jombang” terhadap 10 orang. Dari berita tersebut yang paling sering digaungkan adalah Rian seorang gay. Hal tersebut membuat masyarakat memiliki konstruk bahwa ada hubungan antara orientasi seksual dengan kejahatan atau setiap gay memiliki kecenderungan perilaku kriminal. Mengapa hal demikian terjadi?
Jawab: Dalam teori gay Rublin yang menganalogikan orientasi seksual dalam bentuk lingkaran bertahap. Lingkaran dalam adalah manusia dengan orientasi heteroseksual atau normal sementara lingkaran luar adalah kelompok homeseksual. Lingkaran luar menunjukkan orang yang tidak normal karena tidak termasuk dalam golongan heteroseksual. Oleh karena itu, apabila terdapat berita dari pelaku yang berada di luar lingkaran inti maka akan lebih diekspose. Selain itu, media juga akan mendapatkan informasi yang lebih menarik jika mencantumkan status gay dalam pelaku, karena akan membuat pembaca lain lebih penasaran dan pada akhirnya membeli atau menyaksikan laporan berita tersebut.
Tanya: Bilamana orang dapat mengetahui dan menyadari bahwa bahasa yang disampaikan atau didengarkan itu merupakan bahasa seksis?
Jawab: Kemunculan bahasa seksis juga harus melihat konteks pembicaraan. Bisa jadi antara individu satu dengan individu lain memaknai sebuah bahasa atau kata sebagai bahasa seksis secara berbeda. Dengan kata lain bahasa seksis juga bersifat relatif, tergantung dari sejauh mana pengetahuan dan daya kritis yang dimiliki oleh seorang. Dapat pula dikatakan bahwa bahasa seksi juga dapat terjadi tatkala dalam dialog (perbincangan antara dua orang atau lebih) yang di dalamnya terdapat satu individu yang berusaha dikuasai oleh individu yang lain. Singkatnya, bahasa yang digunakan oleh satu individu berusaha untuk mempersuasi dan menguasai individu lawan bicaranya. Oleh sebab itu, bahasa seksis juga terkait dengan posisi individu sebagai superordinat dan subordinat.
Tanya: Gay juga memiliki bahasa atau kode tersendiri dalam berkomunikasi dengan sesama gay. Apakah hal tersebut termasuk bahasa yang seksis?
Jawab: Iya. Dapat dikatakan kata-kata yang digunakan gay dalam melakukan komunikasi memiliki kecenderungan seksis. Karena, gay merupakan kelompok minoritas dalam masyarakat. oleh karena itu, gay juga ingin memunculkan bahasa yang hanya dapat dimengerti oleh kelompok gay saja. Dengan kata lain, gay juga ingin memunculkan kekuasaan dalam perbincangan apabila di dalam satu forum terdapat individu heteroseksual. Hal demikian dapat dianalogikan dengan penggunaan bahasa daerah antara individu yang berada dalam satu komunitas beda daerah. Individu tersebut tidak akan bisa berbuat apa-apa (dikuasai) ketika satu kelompok tersebut berbicara dalam bahasa daerah. Misalnya saja jika komunitas tersebut membicarakan (menggosip) tentang individu tersebut. Individu itu tidak akan bertindak apa-apa karena memang tidak mengerti dengan perbicangan yang dilakukan oleh komunitas beda suku dan bahasa tersebut. Dari penggunaan bahasa tersebut juga muncul adanya model penguasa dan dikuasai tanpa disadari.
Tanya: Seperti yang dijelaskan sebelumnya, mengapa istilah Tuhan menggunakan kata ganti “His” yang menunjukkan sebagai kata ganti laki-laki?
Jawab: Karena “his” atau laki-laki selalu diposisikan sebagai pemimpin atau sosok yang lebih kuat
dibandingkan dengan perempuan. oleh sebab itu, ganti ganti tersebut menggunakan istilah ganti untuk laki-laki digunakan untuk menyebut kata Tuhan.
Tanya: Bagaimana pandangan emik dan epik dalam sebuah bahasa seksis, bagaimana contohnya?
Jawab: Epik view merupakan sudut pandang yang melihat budaya atau fenomena dari sudut pandang orang luar. Sementara emic view melihat fenomena dari perspektif subjek pelaku atau subjek yang mengalami fenomena tersebut. Misalnya penggunaan kata pemulung. Dari sisi epic, pemulung merupakan sampah masayarakat atau kelompok masyarakat yang tergolong kelas paling bawah. pemulung juga dilihat sebagai pekerjaan yang bau dan sarat dengan penyakit. Sementara bagi pemulung sendiri perbuatan tersebut justru pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus pekerjaan yang membantu melestarikan lingkungan, karena pemulung membantu proses daur ulang beberapa sampah tertentu. Dengan kata lain, epik dan emik adalah sudut pandang seseorang dalam melihat sebuah fenomena yang juga dilihat dari konteks.
Media massa merupakan alat penting dalam menyebarkan dan menguatkan posisi bahasa seksis dalam alam bawah sadar pembaca. Dalam pemberitaan media, kasus kriminal yang dilakukan homoseksual seringkali dianggap berhubungan dengan orientasi seksual mereka yang dianggap tidak normal. Padahal perlakuan yang sama tidak dikenakan pada kelompok heteroseksual. Kasus lain adalah pada pemberitaan pemerkosaan dimana korban perempuan diposisikan sebagai penyebab dari terjadinya pemerkosaan. Dengan begitu, masyarakat diajak untuk menyalahkan korban daripada pelaku. Pembahasan mengenai bahasa seksis ini menjadi penting karena bahasa membentuk opini publik dengan atau tanpa disadari pada sistem bahasa dominan.
Tanpa disadari ternyata kata ataupun bahasa seksis sudah banyak sekali terdapat dalam bahasa yang digunakan sehari-hari. Terbukti dengan banyaknya kasus dan contoh tentang kasus-kasus yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa bahasa seksis merupakan bahasa yang merujuk kepada gender tertentu dengan unsur diskriminasi, sehingga muncul adanya kepentingan relasi kekuasaan.
