Diskusi Analisis Kekuasaan
Gazebo Fak. Kedokteran, Universitas Brawijaya
Jumat, 18 Mei 2012, 19:00 – 21:00
Kekuasaan sosial adalah kapasitas seseorang atau kelompok untuk memutuskan:
– Siapa mendapatkan apa?
– Siapa melakukan apa?
– Siapa memutuskan apa?
– Siapa yang menentukan agenda?
Kekuasaan bersifat dinamis, terkait hubungan dan multidimensi, berubah sesuai konteks, keadaan dan kepentingan. Bentuk dan ekspresinya dapat berbentuk dominasi, resistensi untuk bekerjasama dan penolakan terhadap perubahan.” (Just Associates, 2006, Making Change Happen: Power, Concepts for Revisioning Power for Justice, Equality and Peace)
Ekspresi kekuasaan dapat dibagi dalam 4 bentuk (urutan tidak menunjukkan tingkat lebih tinggi atau lebih rendah):
– Power Over – Hubungan menang atau kalah; mendominasi atau didominasi.
– Power To – mengacu pada potensi unik setiap orang untuk membentuk hidupnya dan dunia. Mis: pelatihan peningkatan kapasitas kepemimpinan, literasi media.
– Power With – menemukan kesamaan antara kepentingan yang berbeda dan membangun kekuatan kolektif. Mis: jaringan advokasi dan koalisi LSM.
– Power Within – kapasitas berimajinasi dan menghargai pengalaman dan pengetahuan diri sendiri. Mis: story-telling (bercerita dg gambar/tulisan) dan refleksi.
Bentuk/dimensi kekuasaan:
– Kekuasaan yang tampak (visible power): Orang atau lembaga yg berkuasa secara formal dari tingkat lokal s.d. global. (Presiden, DPR, TNI, PBB, IMF, Bank Dunia). Instrumen spt perundangan, kebijakan, peraturan, pendanaan, mekanisme, dst. Bentuk diskriminasi gender: hukum dan aturan yang bias, tertutup dan ketidakterwakilan dlm membuat keputusan, dsb.
– Kekuasaan yang tersembunyi (hidden power): Penyingkiran dan dianggap tidak berhak; Perempuan dan kaum marjinal tidak terlibat dalam pengambilan keputusan (aturan tak tertulis). Perempuan dibuat tidak terlihat; intimidasi, memberi informasi yg salah, kooptasi. Persoalan perempuan seperti KDRT dijadikan persoalan terbatas, bukan persoalan kemanusiaan; publik dianggap tidak boleh ikut campur dalam persoalan keluarga.
– Kekuasaan yang tidak tampak (Invisible power): Sosialisasi dan kontrol informasi: proses, praktek, nilai budaya, dan tradisi yang mengatur kepentingan, peran, kesempatan, dan aksi yang kerap menghambat proses perubahan, yang mendefinisikan kebutuhan, hak, peran, kesempatan seseorang. Bentuknya berupa sosialisasi dan internalisasi perasaan sub ordinat, apatis, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, kemarahan, dll yang merupakan upaya membentuk keyakinan tentang diri seseorang melalui dominasi ideologi seperti neo liberalisme, kapitalis, konsumerisme, rasisme dsb.
Materi analisa kekuasaan digunakan di JASS sebelum masuk kepada materi kepemimpinan dan komunikasi asertif. Materi ini menjadi dasar bagi peserta untuk memahami dan mengkritisi kekuasaan dalam kehidupan personal, profesional dan organisasi. Terutama bagi aktivis perempuan yang kadang masih bergulat dengan masalah kekuasaan dalam rumah tangganya sendiri.
Biasanya analisa kekuasaan dapat dipahami ketika didiskusikan dalam kelompok sehingga masing-masing orang dapat mengenali kekuasaan yang melingkupi kehidupannya. Dalam setiap aspek kehidupan, ketiga dimensi kekuasaan ini selalu ada dan saling berkaitan satu sama lain. Misalnya dalam kasus pelarangan diskusi buku Irshad Manji terakhir. Visible power adalah kepolisian, hidden power adalah FPI/MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), invisible power adalah dogma agama yang sangat ketat dalam kepala masyarakat dan anggota FPI/MMI sehingga menilai bahwa Irshad Manji menodai agama islam sehingga harus dilarang menyatakan pendapatnya di depan umum. Namun, kepolisian berusaha berlindung diri dan melempar tanggung jawab dengan mengatakan bahwa mereka hanya mengikuti aturan tertulis dan kebijakan dari atas. Terkesan mereka tidak ingin terlihat sebagai visible power melainkan sebagai hidden power agar tidak banyak disorot negatif oleh masyarakat.
Contoh lainnya adalah perkawinan.
– Visible power: UU No. 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa suami adalah kepala keluarga, membolehkan suami untuk berpoligami dengan beberapa alasan, isu perwalian anak perempuan, dan bentuk ketimpangan gender lain.
– Hidden power: keluarga besar dari pasangan yang menikah (keluarga sendiri dan besan), tetangga, saudara, kawan-kawan yang sangat berpengaruh dalam kehidupan perkawinan (positif atau negatif).
– Invisible power: berupa nilai-nilai perkawinan yang telah tertanam dalam diri pasangan dalam bentuk pembagian kerja domestik-publik, ekspetasi sosial mengenai nafkah materi, pengasuhan anak, dll.
Seorang aktivis isu perempuan atau isu LGBT pun tidak lepas dari bias yang menguasai pola pikirnya. Diceritakan bagaimana beberapa aktivis isu LGBT yang kadang merasa terganggu dengan untuk sekamar dengan waria, tidak menyukai bekerjasama dengan perempuan pekerja seks, tidak dapat menerima terjadi hubungan seksual gay dan lesbian, dsb. Oleh karena itu aktivis dan pekerja di LSM perlu untuk terus mengkritisi pola pikir mereka sendiri sehingga tidak terjebak melakukan penghakiman terhadap kelompok yang berbeda dari dirinya meskipun dia termasuk dalam kelompok tersebut.
Analisa kekuasaan digunakan untuk semua tingkat kehidupan baik personal, profesional, dan dalam organisasi. Materi analisa kekuasaan menjadi inti dari pelatihan JASS. Setelah membahas analisa kekuasaan melalui studi kasus, peserta lokakarya akan belajar mengenai kepemimpinan dan komunikasi asertif. Mengenali kekuasaan diri dan kekuasaan yang ada di sekitar diri sendiri menjadi modal penting bagi pengembangan kapasitas kepemimpinan seseorang. Pada tingkat organisasi, beberapa anggota komunitas JASS yang semakin kritis kadang tidak siap diterima dalam organisasinya karena cara melihat kekuasaan dalam lembaganya masih belum berubah dari cara pandang lama yang melihat kekuasaan semata sebagai power over atau kekuasaan untuk menguasai sesuatu/seseorang.
Muncul pertanyaan, bagaimana menghadapi orang-orang yang merasa nyaman dikuasai? Mereka tidak terpacu menjadi seorang pemimpin dengan mengambil tanggung jawab lebih besar dan merasa cukup berada dalam posisi pekerja/staf. Jika terjadi hal seperti itu, perlu dipertanyakan kontribusi mereka bagi lembaga. Apakah sebatas untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepada mereka? Apakah mereka merasa kritik yang diberikan selama ini kurang diapresiasi? Apakah lembaga sudah memiliki mekanisme untuk dapat menampung kritik dan masukan dari mereka? Apakah lembaga sudah siap menerima kritikan dari staf mereka?
Maria mengusulkan untuk menyediakan sebuah buku jurnal yang dapat diisi semua orang tanpa mencantumkan nama sebagai salah satu cara memberi ruang bagi keterlibatan staf dalam lembaga. Sebagian orang, dalam budaya tertentu, merasa sungkan untuk memberi masukan secara langsung sehingga perlu dibuat cara berbeda.
Sebagian orang juga merasa bahwa kepemimpinan hanya perlu dimiliki oleh orang-orang yang berada di tingkat manajemen seperti manajer program atau direktur. Pemahaman keliru ini yang perlu digugat dengan mengajak mereka memahami ekspresi dan bentuk kekuasaan agar menyadari bahwa nilai kepemimpinan harus dimiliki semua orang terlepas dari posisi struktural mereka dalam lembaga. Hal ini agar mereka dapat mengenali dan mengatasi berbagai bentuk kekuasaan yang menghambat perkembangan diri dan kegiatan pendampingan yang mereka lakukan di lapangan.
Niken dan Maria berbagi kesan mengenai analisa kekuasaan. Niken merasa analisa kekuasaan sangat penting dan dapat langsung diaplikasikan dalam kehidupan dan relasi sehari-hari baik dengan orang tua, pasangan, tetangga, komunitas profesi, dll. Analisa kekuasaan juga membantu seseorang menilai kekuasaan dirinya dengan kekuasaan lain di luar dirinya, karena seringkali kekuasaan yang begitu besar rentan untuk disalahgunakan.
