Kojigema Institute adalah sebuah organisasi non pemerintah dengan visi mencita-citakan kesetaraan dan keadilan dalam masyarakat. Semangat ini sangat luas sehingga kami jabarkan dalam misi. Dua dari empat misi kami yaitu mewujudkan kesadaran kritis tentang keberagaman, kesetaraan dan keadilan gender serta memperkuat dan memobilisasi masyarakat sehingga dapat mengakses fasilitas dan layanan publik. Dua misi tersebut yang melatarbelakangi kerja kami di isu pemenuhan hak kelompok disabilitas.
Kojigema Institute dikenal dengan fokus gender dan seksualitas. Tidak heran jika beberapa orang bertanya, “Kenapa sekarang bekerja di isu hak disabilitas?”
Slogan Kojigema Institute (KI) adalah kesetaraan dan keadilan tanpa batas. Makna dari “tanpa batas” ini bukan berarti kami menabrak batas sosial dan hak orang lain melainkan kami percaya bahwa setiap orang dilahirkan dengan hak asasi manusia yang sama. Oleh karena itu, kami percaya bahwa semua orang perlu memiliki hak yang sama untuk diperlakukan setara dan adil terlepas dari gender, agama/keyakinan, identitas seksual, status sosial, status ekonomi, etnisitas, usia, perbedaan fisik, dan perbedaan kemampuan. Keyakinan tersebut lahir dari pemahaman kami terhadap Pancasila dan UUD 1945.
Bekerja dengan isu hak disabilitas diawali dari keprihatinan pribadi dari salah satu anggota kami. Dengan penguasaan isu seksualitas, kami memulainya dengan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi bagi siswa SMALB di Malang Raya. Kegiatan berbasis proyek itu tidak berhenti di sana. Kami juga membantu teman-teman di SMPLB untuk mengikuti lomba kreativitas skala nasional. Kemudian melanjutkan dengan membangun kesadaran dan mendorong semua pihak memenuhi hak kelompok disabilitas.
Secara pribadi, kami juga memiliki alasan untuk terlibat dalam isu hak disabilitas. Pertama, kami memahami bahwa dengan semakin bertambah usia dan beban pekerjaan, setiap orang akan mengalami keterbatasan fisik dan intelejensia dalam hidupnya. Kedua, sebagian dari kami memiliki saudara, teman, kerabat, tetangga orang dengan disabilitas. Kami merasa mereka mempunyai potensi yang sering dianggap remeh dan tidak dikembangkan. Ketiga, sebagai kelompok yang bergerak di isu seksualitas, kami juga sering mendapatkan diskriminasi dan stigma. Kami melakukan perlawanan terhadap keduanya karena sayangnya diskriminasi dan stigma juga tidak mengenal batas. Kedua hal tersebut berdampak panjang terutama bagi kepercayaan diri, akses terhadap layanan publik, pengembangan kapasitas, dan kemandirian ekonomi. Hal ini dapat terjadi pada siapapun.
Berbagai pengalaman kolektif ini membangun empati dan semangat kami untuk bersama-sama memperbaiki cara pandang masyarakat terhadap pemenuhan hak bagi semua orang, termasuk kelompok dengan disabilitas. Sebagai refleksi akhir tahun, Kojigema Institute mengajak semua pihak untuk ikut berpartisipasi dengan berbagai cara melawan diskriminasi dan stigma yang terlihat, tersembunyi, maupun yang masih ada dalam kepala kita sendiri.
(NL)
Sumber foto: http://tprpearl.deviantart.com/art/And-Justice-For-Slipknot-123417432